Minggu, 09 Oktober 2011

MASA PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM


Setelah warisan filsafat dan ilmu pengetahuan Islam diterima oleh bangsa eropa dan umat Islam sudah tidak memperhatikannya lagi maka secara beransur-ansur telah membangkitkan kekuatan eropa dan menimbulkan kelemahan di kalangan umat Islam. Secara beransur-ansur tetapi pasti, kekuasaan umat Islam ditundukkan oleh kekuasaan bangsa eropa, dan terjadilah penjajahan di mana-mana di seluruh wilayah yang pernah dikuasai umat Islam. Yang menimbulkan kedudukan umat Islam makin melemah dan ketertinggalan dalam berbagai aspek kehidupan.

Sebenarnya kesadaran Umat Islam akan kelemahan dan ketertinggalan dari bangsa eropa dalam berbagai kehidupan ini, telah timbul mulai abad ke 11 H/17 M dengan kekalahan-kekalahan yang dialami oleh kerajaan Turki Usmani dalam peperangan dengan negara-negara eropa. Hal inilah yang mendorong raja-raja dan pemuka-pemuka kerajaan untuk menyelidiki sebab-sebab kekalahan mereka dan rahasia keunggulan lawan, terutama Prancis. Dan dirimkanlah duta-duta untuk mempelajari kemajuan eropa terutama di bidang militer dan kemajuan ilmu pengetahuan. Dan didatangkan pelatih-pelatih militer dari eropa dan didirikan sekolah tehnik militer pada tahun 1734 M untuk pertama kalinya. Dan dalam pengembangan ilmu pengetahuan modern dari barat, untuk pertama kali dalam dunia Islam dibuka suatu percetakan di Istambul pada tahun 1727 M, guna mencetak berbagai macam buku ilmu pengetahuan yang diterjemahkan dari buku-buku ilmu pengetahuan barat. Di samping itu diadakan percetakan Al-qur`an dan ilmu-ilmu pengetahuan agama lainnya.
Pendudukan mesir oleh napoleon Bunaparte tahun 1798 M, adalah merupakan tonggak sejarah bagi umat Islam untuk mendapatkan kembali kesadaran akan kelemahan dan keterbelakangan mereka. Karena dalam pendudukan yang dilakukan oleh napoleon di samping membawa sepasukan tentara yang kuat, juga membawa sepasukan ilmuan dengan seperangkat peralatan ilmiah, untuk mengadakan penelitian di Mesir. Sehingga akhirnya timbul berbagai macam usaha pembaharuan dalam segala bidang kehidupan, untuk mengejar ketertinggalan dan keterbelakangan mereka, termasuk usaha-usaha di bidang pendidikan.
2.1. Pola-Pola Pembaharuan Pendidikan Islam.
Pembaharuan yang dilakukan di Turki Usmani yang berlangsung dengan dukungan dari para penjabat pemerintahan, yang di awali dari kesadaran mereka bahwa kelemahan dan kekalahan Turki menyangkut persoalan teknis dan militer. Transfer ilmu pengetahuan dan teknologi dari eropa, terutama dari Prancis, adalah  merupakan jalan keluar dari keterbelakangan Turki[1]. Dengan memperhatikan kelemahan dan ketertinggalan umat Islam sebagaimana nampak sebelumnya dan sebab-sebab kemajuan dan kekuatan yang dialami oleh bangsa eropa, maka pada garis besarnya terjadi tiga pola pemikiran pembaharuan pendidikan Islam, yaitu:

A. Pola pembaharuan pendidikan Islam yang  berorientasi pada pola pendidikan modern di Eropa.
Pola pembaharuan pendidikan Islam yang berorentasi pada pola pendidikan modern di Barat. Yang mempunyai pandangan bahwa sumber kekuatan dan kesejahteraan hidup yang dialami oleh Barat adalah sebagai hasil perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang mereka capai. Dan bahwa apa yang dicapai oleh bangsa-bangsa barat sekarang adalah merupakan pengembangan dari ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang pernah berkembang di dunia Islam. Atas dasar demikian, maka untuk mengembalikan kekuatan dan kejayaan umat Islam, sumber kekuatan dan kesejahteraan tersebut harus dikuasai kembali. Dari dari mencermin dari pola pendidikan yang dikembangkan barat maka umat Islam mulai mendirikan sekolah-sekolah sebagai pusat pendidikan seperti yang ada di barat. Baik sistem maupun isi pendidikan. Dan juga mengirim para pelajar untuk menimba ilmu pengetahuan langsung dari tempat berkembangnya ilmu pengetahuan Barat tersebut.
Di kenalnya orang-orang bangsa Tukir Usmani sebagai bangsa yang suka berasimilasi dengan bangsa asing dan terbuka untuk menerima kebudayaan luar membuat dasar mudahnya melakukan pembaharuan pendidikan yang berorientasi pada pola pendidikan barat menjadi mudah dan cepat berkembang. Pembaharuan pendidikan dengan pola barat ini, mulanya timbul di Turki Usmani pada akhir abad ke 11 H/17 M setelah mengalami kalah perang dengan berbagai negara eropa timur pada masa itu, yang merupakan benih bagi timbulnya usaha sekularisasi Turki yang berkembang kemudian dan membentuk turki modern. Sultan mahmud II (yang memerintah di Turki Usmani  1807-1839 M), adalah pelopor pembaharuan pendidikan di Turki. Pembaharuan yang dilakukan di antaranya dengan mendirikan dua sekolah pengetahuan umum, yaitu: Mekteb-I Ulum (Sekolah Pengetahuan Umum) dan Mekteb-i Ulum-I Edebiye (sekolah sastra). Dengan tetap menjalankan madrasah tradisional yang sudah ada dan mengintruksikan atau memerintahkan agar anak sampai umur dewasa jangan dihalangi masuk madrasah.

B. Pola yang berorientasi dan bertujuan untuk pemurnian kembali ajaran islam.
Pola pembaharuan pendidikan Islam yang berorientasi pada sember Islam yang murni. Pola ini berpandangan bahwa sesungguhnya Islam sendiri merupakan sumber kemajuan dan perkembangan peradaban dan ilmu pengetahuan modern. Islam sendiri sudah penuh dengan ajaran-ajaran dan hakiatnya mengandung potensi untuk membawa kemajuan dan kesejahteraan serta kekuatan bagi umat manusia. Dengan bukti masa-masa kejayaannya yang sudah dialami masa sebelumnya. Dan bahkan menurut DR. Germanius, seorang orientalis dari Hongaria Islam dengan perkataannya sebagai berikut: “Saya yakin bahwa agama Islam adalah pencerahan akal dan saya juga yakin bahwa orang yang berpandangan tajam akan menemukan keistimewaan dalam Islam yang membuat mereka semakin kagum. Agama Islam, cepat atau lambat, akan menjadi agama orang-orang kelas atas di dunia ini[2].” Dan cukuplah pemakalah sebutkan satu pengakuan dari beberapa intelektual barat sebagai bukti bahwa pola pembaharuan pendidikan Islam yang kedua ini benar dan tidak dapat ditolak kalau ingin pendidikan Islam maju dan bahkan mengalahkan pendidikan barat.
Pola pembaharuan ini telah dirintis oleh Muhammad bin Abd al Wahab, kemudian dirancang kembali oleh Jamaluddin Al-Afgani dan Muhammad Abduh (akhir abad 19 M). menurut Jamaluddin Al-Afgani, pemurnian ajaran Islam dengan kembali kepada Al-Qur`an dan Hadits dalam artinya yang sebenarnya, tidaklah mungkin. Ia bekeyakinan bahwa Islam adalah sesuai dengan dan untuk semua bangsa, zaman dan semua keadaan. Dan untuk kembali kepada Al-Qur`an dan Hadits ini perlu pintu ijthad dibuka kembali.
Keharusan pembukaan pintu ijtihad dan pemberantasan taklid, selanjutnya memerlukan kekuatan akal. Dari sini diperlukan pendidikan intelektual. Menurut Muhammad Abduh, Al-Qur`an bukan  semata berbicara kepada hati manusia, tetapi juga kepada akalnya. Islam menurutnya adalah agama rasional, dan dalam Islam, akal mempunyai kedudukan tinggi. Kepercayaan kepada kekuatan akal merupakan dasar peradaban suatu bangsa, dan akallah yang menimbulkan kemajuan dalam ilmu pengetahuan. Dan juga ilmu pengetahuan modern dan Islam adalah sejalan dan sesuai, karena dasar ilmu pengetahuan modern adalah sunnatullah sedangkan dasar Islam adalah wahyu Allah. Kedua-duanya berasal dari Allah. Oleh karena itu, umat Islam harus menguasai kedua-duanya, mempelajari dan mementingkan ilmu pengetahuan modern di samping ilmu pengetahuan keagamaan. Sekolah-sekolah modern harus dibuka, di mana ilmu pengetahuan modern diajarkan di samping ilmu pengetahuan agama.

C. Pola yang beroerientasi kepada kekayaan dan sumber budaya bangsa masing-masing dan yang bersifat nasionalisme.
Pembaharuan pendidikan yang berorientasi pada nasionalisme timbul bersamaan dengan berkembangnya pola kehidupan modern, dan mulai dari Barat. Rasa nasionalisme yang mengalami kemajuan di bangsa-bangsa Barat, sehingga kemudian menimbulkan kekuatan politik yang berdiri sendiri. Keadaan tersebut mendorong pada umumnya bangsa-bangsa timur dan bangsa terjajah lainnya untuk mengembangkan nasionalisme masing-masing. Dan juga atas dasar kesadaran akan kehidupan mereka yang selalu bersama-sama meskipun latar belakang bangsa dan perkembangan kebudayaannya bebeda-beda, sehingga rasa nasionalisme berkembang di dunia Islam.
Di samping itu, adanya keyakinan di kalangan pemikir-pemikir pembaharuan di kalangan umat Islam, bahwa pada hakikatnya ajaran Islam bisa diterapkan dan sesuai dengan segala zaman dan tempat. Oleh karena itu, ide pembaharuan yang berorientasi pada nasionalisme inipun bersesuaian dengan ajaran Islam. Golongan ini, berusaha memperbaiki kehidupan umat Islam dengan memperhatikan situasi dan kondisi obyektif umat Islam yang bersangkutan. Dengan usaha mengambil unsur-unsur budaya Barat yang sudah maju dan juga tetap mengambil unsur-unsur warisan budaya setempat yang masih baik dan bisa diterapkan pada masa itu.
Ide kebangsaan atau nasionalisme inilah yang mendorong bangsa-bangsa Timur dan terjajah lainnya untuk merebut kembali kemerdekaannya dan mendirikan pemerintahan sendiri-sendiri, yang pada akhirnya dalam pendidikan umat Islam mengembangkan sistem dan pola pendidikan nasionalismenya sendiri-sendiri.

2.2. Dualisme Sistem Pendidikan Islam
Sebagai akibat dari usaha-usaha pembaharuan pendidikan Islam yang dilaksanakan dalam rangka untuk mengejar kekurangan dan keinggalan dari dunia barat dalam segala aspek kehidupan, maka terdapat kecenderungan adanya dualisme dalam sistem pendidikan umat Islam. Usaha pendidikan modern yang sebagaimana telah diuraiankan yang berorientasi pada tiga pola pemikiran, membentuk suatu sistem atau pola pendidikan modern, yang mengambil pola sistem pendidikan barat dengan penyesuaian-penyesuaian dengan Islam dan kepentingan nasional. Di samping tetap menjalankan mempertahankan pendidikan tradisional yang telah ada.
Sistem pendidikan modern, pada umumnya dilaksanakan oleh pemerintah yang pada mulanya untuk memenuhi tenaga ahli untuk kepentingan pemerintah, dengan menggunakan kurikulum dan pengembangan ilmu-ilmu pengetahuan modern. Sedangkan sistem pendidikan tradisional yang merupakan sisa-sisa dan pengembangan sistem zawiyah, ribat atau pondok pesantren dan madrasah yang telah ada di kalangan masyarakat, pada umumnya tetap mempertahankan kurikulum tradisional yang hanya memberikan pendidikan dan pengajaran keagamaan. Dualisme sistem pola pendidikan inilah yang selanjutnya mewarnai pendidikan Islam di semua negara dan masyarakat Islam, di zaman modern. Dualisme ini pula yang merupakan problema pokok yang dihadapi oleh usaha pembaharuan pendidikan Islam.
Pada umumnya usaha pendidikan untuk memadukan antara kedua sistem tersebut telah diadakan, dengan jalan memasukkan kurikulum ilmu pengetahuan modern ke dalam sistem pendidikan tradisional, dan memasukkan pendidikan agama ke dalam kurikulum sekolah-sekolah modern. Dengan demikian diharapkan sistem pendidikan tradisional akan berkembang secara beransur-ansur mengarah ke sistem pendidikan modern. Dan inilah sebenarnya yang dikehendaki oleh para pemikir pembaharuan pendidikan Islam, yang berorientasi pada ajaran Islam yang murni, sebagaimana dipelopori oleh Al-Afgani, Muhammad Abduh, dan lain-lain.

0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com